Rabu, 07 April 2010

Kalimat punya nyawa

Anotomi Bahasa

Hampir semua suku bangsa di muka bumi ini memiliki bahasa, baik bahasa tulis,
lisan dan bahasa nonverbal. Ini menunjukkan bahwa kehidupan manusia tidak bisa
lepas dari bahasa. Bahasa merupakan ciptaan manusia yang merupakan hasil
kesepakatan bersama sebagai alat bertukar informasi atau berkomunikasi.

Ilmu pengetahuan di muka bumi ini bila diperas hanya satu, yakni bahasa.
Matematika pun sesungguhnya juga bahasa, yakni bahasa simbol/bilangan yang pada
umumnya berupa angka-angka. Matemaika, tidak lain adalah bentuk komunikasi yang
mengutamakan angka-angka.

Bahasa dilambangkan dengan huruf dan angka berikut tanda bacanya. Awalnya hanya
huruf, yakni vokal, konsonan, angka dan tanda baca.. Namun setelah dirangkai
dengan tata bahasa, beberapa huruf berubah menjadi sebuah kata yang memiliki
arti harfiah cakupannya masih sangat umum atau luas. Kata "mata" misalnya
memiliki cakupan umum yang bisa berarti: "mata manusia", "mata burung", "mata
hati", "mata kaki " dan lain-lain.

Selanjutnya bila kata "mata" dirangkai dengan kata yang lain menurut tata bahasa
tertentu, misalnya "Sekarang, tutup mata Anda", maka kata "mata" dalam kalimat
ini sudah menjadi lebih khusus, yakni mata seseorang –bukan hewan—supaya
ditutup.

Namun demikian ketika kalimat tersebut diucapkan dengan intonasi yang berbeda
maknanya menjadi lain. Misalnya, "Sekarang, tutup mata Anda…!", dengan intonasi
yang keras dengan disertai ekspresi wajah garang, muka merah, dan mata si
pengujar melotot, maknanya menjadi berubah, tidak sekedar menutup mata, tetapi
berarti marah. Responnya pun bisa bervariasi bagi si lawan bicara, bisa
benar-benar menutup mata, bisa lari ketakutan, bisa menangis, bisa pula malah
melotot yang berakhir dengan adu jotos.

Akan berbeda lagi bila diucapkan oleh seorang terapis yang kharismatik. Dengan
intonasi dan kemasan hipnotis misalnya, maka kalimat "Sekarang, tutup mata
Anda…" maka dampaknya menjadi sangat sugestif yang langsung menyentuh alam bawah
sadar seseorang. Dengan kemasan bahasa hipnotis pula, kalimat itu mampu
mendorong seseorang untuk menutup matanya dengan ikhlas, senang hati dan bahkan
menikmatinya.

Dengan demikian, makna sebuah kalimat bisa tergantung pada konteks (suasana,
tempat, intonasi dan figur si pengujar). Bahasa dan efeknya tergantung pada
muatan kontekstual dan emosional si pengujar dan persepsi (respon) yang dibangun
oleh penerima. Muatan kontekstual dan emosional ini menjadikan sebuah
kata/kalimat sesungguhnya menjadi memiliki "nyawa" yang sanggup mempengaruhi
persepsi penerima. Bahasa yang diberikan seorang terapis menjadikan seseorang
(client) trance (mabok), begitu pula bahasa yang dibangun oleh seorang orator
atau motivator top mampu mempengaruhi emosi penerima.

Kata/kalimat yang "bernyawa" adalah kata/kalimat yang bermuatan rasa
(kinestetik), daya imaji (visual) dan intonasi yang tepat (auditori) atau
gabungan diantara muatan itu yang dikemas sedemikian rupa oleh si pengujar.
Dalam ranah ilmu NLP dan hypnosis, mutan-muatan ini disebut submodalitas.

Sebuah kata/kalimat ketika si pengguna memasukan unsur-unsur submodalitas
(visual, auditori dan kinestetik) maka makna yang dibangun menjadi sebuah kata
yang hidup (bernyawa) seperti layaknya sebuah adegan/filem. Tetapi bila hanya
dipahami sebatas ujaran saja tanpa memasukkan unsur-unsur submodalitas, maka
sebuah kata/kalimat menjadi "mati". Semisal kata "Ibu" bila hanya dipahami
sebatas ujaran saja maka artinya hanya "seorang wanita tengah baya yang sudah
memiliki anak". Namun bila memahaminya dengan unsur-unsur submodalitas maknanya
menjadi lebih hidup yakni: "seorang wanita setengah baya yang sabar" (visual);
"seorang wanita yang lembut suaranya" (auditori); dan "seorang wanita yang penuh
kasih sayang sepanjang zaman" (kinestetik). Makna kata "Ibu" akan lebih hidup
lagi bila seorang pengujar atau terapis mampu mengeksplorasinya lebih lanjut
tentang pentingnya submodalitas tersebut.

Trance dan bahasa

Bahasa yang bernyawa itu mampu membuat seseorang trance atau setengah tidur.
Dikatakan setengah tidur karena ia tidak tertidur nyenyak (mimpi) atau tidur
alami melainkan tidur hypnosis yakni yang tidur hanyalah pikiran sadarnya saja.
Sementara pikiran bawah sadar sangat aktif. Hypnosis adalah seni
mengistirahatkan pikiran sadar dan mengaktifkan pikiran bawah sadar.

Yang menarik untuk didiskusikan lebih lanjut adalah, bagaimana seorang dalam
keadaan trance memahami bahasa? Bagaimana seseorang yang dalam keadaan tanpa
pikiran sadar/kritis memahami sugesti yang diterima? Singkatnya, bagaimana
pikiran bawah sadar memahami bahasa sugestif?

Sifat dasar dari pikiran bawah sadar adalah: sangat cerdas dan berpikir
asosiatif. Sangat cerdas berarti ia menerima seratus persen pesan sugestif dari
si pengujar atau terapis. Pikiran bawah sadar menerima tanpa reserve pesan itu,
tidak lebih dan tidak kurang, ia cerdas. Ada yang mengatakan pikiran bawah sadar
itu bodoh karena tidak memiliki daya analisis seperti pikiran sadar. Namun perlu
dicatat bahwa kedua pikiran itu memiliki fungsi yang berbeda: pikiran sadar
disebut cerdas bila mampu mengangalisis saat menerima stimulus; dan pikiran
bawah sadar disebut cerdas bila tidak menganalisis saat menerima sugesti.

Pikiran bawah sadar dalam menjalankan tugasnya selalu berpikir asosiatif, yakni
membayangkan secara utuh (visual) akan sebuah pola tindakan tertentu sekaligus
mencoba merasakannya (kinestetik). Berpikir asosiatif adalah berpikir
membayangkan dan merasakan akan sebuah tintakan tertentu berdasarkan pengalaman
subjektifnya. Semisal, ketika pikiran bawah sadar mendengar kata "terbang", maka
ia segera membayangkan seekor burung yang terbang sambil mengepak-epakkan
sayapnya; atau mungkin pengalaman subjektifnya segera membayangkan sebuah kapal
terbang di angkasa dengan dua sayapnya terbentang lebar.

Di sinilah kuncinya, seorang yang dalam keadaan trance, kemudian ia disugesti
bahwa dirinya adalah "seekor burung yang sedang terbang", maka dengan segenap
kecerdasan bawah sadarnya ia segera membayangkan dan merasakan bahwa dirinya
adalah seekor burung yang sedang terbang di angkasa. Ia akan meniru seratus
persen –karena cerdas– seperti tindakan burung yang sedang terbang. Ia akan
bertindak dan berperilaku sesuai dengan apa yang ia asosiasikan, meskipun ia
berada di depan kelas misalnya.

Namun perlu dicatat tebal-tebal bahwa kenapa ia bisa bertindak seperti burung
bukan sekedar karena ia –pikiran bawah sadarnya—cerdas dan mampu berpikir
asosiatif, tetapi kalimat "seekor burung yang sedang terbang" itu memiliki
"nyawa" yakni kekuatan submodalitas. Dalam kasus ini, ia akan mendengar perintah
sugestif seratus persen (auditori) dari terapis, membayangkan (visual) dan
merasakan (kinestetik) secara secara total. Ia akan menghayati secara total
seperti burung terbang tanpa merasa malu di depan kelas (stage hypnosis) karena
rasa malunya sedang dikarantina bersama pikiran sadarnya.

Tidak ada komentar: